Informasi finansial yang sering dianggap sepele seperti riwayat transaksi, nomor rekening, atau limit kartu sebenarnya dapat menjadi pintu masuk bagi berbagai bentuk kejahatan digital. Banyak orang hanya fokus pada kerugian uang, padahal data finansial berfungsi seperti peta lengkap yang menggambarkan perilaku dan kebiasaan seseorang. Dengan mengetahui pola belanja atau layanan yang sering digunakan, pelaku bisa memetakan celah untuk melakukan manipulasi.
Penyalahgunaan paling umum terjadi dalam bentuk pencurian identitas. Dengan data dasar seperti nomor telepon, riwayat transaksi, dan potongan informasi pribadi lainnya, penipu dapat membuat akun palsu, mengajukan pinjaman, atau bahkan mengakses layanan keuangan korban. Modus ini semakin berbahaya karena teknologi deepfake dan AI voice cloning memudahkan pelaku meniru suara atau identitas seseorang untuk meyakinkan korban maupun pihak bank.
Selain itu, informasi finansial juga dapat digunakan untuk melakukan phishing yang lebih terarah. Ketika penipu memahami aktivitas finansial seseorang misalnya sering belanja di platform A atau menggunakan dompet digital tertentu mereka dapat mengirim pesan palsu yang tampak sangat meyakinkan. Korban sering kali tidak menyadari jebakan ini karena pesan yang diterima terasa relevan dengan kebiasaan mereka.
Dalam skala lebih luas, data finansial yang bocor dapat dipakai untuk membuat profiling tanpa izin, mempengaruhi keputusan konsumen, atau bahkan memanipulasi perilaku belanja. Inilah sebabnya literasi privasi menjadi sama pentingnya dengan literasi keuangan. Pengguna perlu memahami bahwa menjaga keamanan data bukan hanya melindungi uang di rekening, tetapi juga melindungi identitas dan kendali atas kehidupan finansial mereka.
Memperluas jaringan cabang ke semua pusat kota Indonesia
read moreMempererat hubungan baik dengan perushaan supplier alat produktif, salah satunya...
read moreMelaksanakan kegiatan peduli sesama melalui program CSR "Coorporate Social Resp...
read more